KONFLIK TIMUR TENGAH DAN KONFLIK DI ASIA

a.  

Masalah Palestina merupakan sengketa akibat pendudukan yang dilakukan oleh Israel di wilayah Palestina. Masalah ini bermula dari munculnya gerakan Zionisme yang dipelopori oleh Theodor Herzl pada 1895. Herzl merupakan ketua komunitas Yahudi yang berada di Inggris.

Zionisme adalah suatu paham dan juga gerakan yang bersifat politis, rasial, dan ekstrim. Tujuannya adalah menegakkan negara khusus bagi bangsa Yahudi. Akan tetapi, tidak semua orang Yahudi tergabung ke dalam gerakan Zionis lho ya.

Pada saat itu pemerintah Inggris meminta dukungan kepada Herzl untuk mendukung Inggris selama Perang Dunia I berlangsung. Herzl pun memiliki syarat. Ia meminta pemerintah Inggris untuk mendukungnya membangun sebuah negara. Inggris pun setuju untuk mendukungnya. Hingga kemudian pada tanggal 2 November 1917 tercipta sebuah perjanjain yang bernama Belfour Declaration.

Perjanjian yang tercipta itu ternyata ditentang oleh bangsa Arab Palestina, karena mereka tidak dilibatkan dalam perumusan perjanjian Belfour Declaration. Menanggapi hal itu, Inggris kemudian mempertemukan secara langsung komunitas Yahudi tadi dengan bangsa Palestina nih Squad. Nah, pertemuan itu akhirnya menghasilkan White Paper pada 20 Oktober 1930.

sejarah terjadinya perang Palestina dengan Israel

Kalau dilihat dari isi White Paper, sudah jelas dong pihak Palestina yang diuntungkan. Kemudian pada tahun 1933, NAZI di bawah pimpinan Adolf Hitler menangkapi orang-orang Yahudi yang berada di Jerman. Alasannya karena orang Yahudi dianggap mengganggu keturunan bangsa Jerman. Akhirnya orang-orang Yahudi mulai bermigrasi ke Palestina untuk menghindari perburuan NAZI Jerman.

Kedatangan orang-orang Yahudi dalam jumlah besar ke Palestina, membuat rakyat Palestina marah. Apalagi, setelah Perang Dunia II, orang-orang Yahudi menjadi lebih leluasa masuk ke wilayah Palestina. Melihat hal itu, PBB akhirnya turun tangan dengan membentuk United Nations Special Commission on Palestina (UNSC).

Pada 29 November 1947, PBB memutuskan untuk membagi wilayah Palestina berdasarkan Resolusi PBB No. 181 (II). Wilayah Palestina yang sebelumnya adalah wilayah mandat Inggris dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagi kelompok Arab Palestina dan Yahudi.

Perang demi perang terus terjadi antara Palestina dengan Israel. Gerakan Zionisme ini tidak pernah berhenti. Mereka terus berusaha merebut tanah wilayah bangsa Palestina demi tujuan utamanya, yaitu berdirinya sebuah negara bagi kaum Yahudi. Sampai hari ini, wilayah Palestina yang amat luas itu terus berkurang akibat pendudukan yang dilakukan Israel hingga saat ini.

Lalu, di mana Indonesia? Apakah diam saja? Oh tentu tidak. Indonesia banyak melakukan usaha demi terciptanya perdamaian antar keduanya.

Hubungan antara bangsa Indonesia dengan Palestina sudah terjalin sebelum bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Seperti diadakannya Congres Al-Islam Indonesia pertama yang dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 26 Februari-1 Maret 1938.

Palestina mempunyai peran penting dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti memberikan dukungan atas janji kemerdekaan yang dicetuskan oleh Perdana Menteri Koiso. Selain Palestina, Indonesia juga turut aktif  mendukung kemerdekaan Palestina. Jadi, sama-sama saling dukung ya.

Peran Indonesia terhadap Palestina

Mulai dari masa kepemimpinan Presiden Soekarno sampai Joko Widodo, Indonesia tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Mulai dari ketidaktersediaan Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sampai mengirimkan dan menyediakan kebutuhan makanan dan kesehatan, serta berbagai bentuk dukungan lainnya.

Dukungan Indonesia Terhadap Palestina

Bagaimana Squad? Kebayangkan giamana menyeramkannya perang itu. Memakan banyak korban, hidup nggak tenang, nggak bisa makan enak, nggak bisa ngobrol asik sama temen, pokoknya serba nggak enak deh. Perang itu adalah salah satu kejahatan kemanusiaan.

Terus caranya biar perangnya berhenti gimana? Ya dengan menjadi orang pintar dan juga cerdas. Sehingga kamu bisa bicara ke Dewan Keamanan PBB atau meminta dukungan ke berbagai negara untuk menyudahi perang, kemudian hidup damai.

b.      Konflik Suriah

Gambar 2: Reruntuhan kota kuno di Sergiopolis, Suriah
(Sumber:
https://travel.detik.com/ international-destination).

Syiria atau Suriah mendapatkan kemerdekaan dari Perancis 28 September 1941.

Sejak tahun 1970-2000, Suriah dipimpin oleh diktator Hafez al-Assad, dan digantikan oleh anaknya Bashar al-Assad yang memerintah dengan cara menindas setiap bentuk perlawanan.

Konflik diawali oleh grafiti di dinding sekolah yang bertuliskan As-Shaab/Eskaat el nizam, yang berarti rakyat ingin menyingkirkan rezim. Limabelas siswa yang dianggap bertanggungjawab ditahan dan disiksa, sehingga menimbulkan kemarahan dan memicu demonstrasi besar-besaran menolak kepemimpinan presiden Bashar al-Assad. Aksi demonstrasi ini ditanggapi oleh pemerintah dengan menggunakan kekuatan militer.

Melalui Dewan Keamanan PBB, tahun 2011, Amerika Serikat memberikan sanksi terhadap Suriah, tetapi mendapat tentangan dari Rusia dan Cina.


c.      Revolusi Melati di Tunisia

Tahun 2010-2011 di kawasan Timur Tengah dilkalian pergolakan politik yang dikenal dengan sebutan Revolusi Melati. Tujuannya untuk menumbangkan penguasa yang dianggap diktator.

Revolusi diawali di Tunisia, yang dengan cepat menjalar ke negara-negara lain yang menyebabkan terjadinya ketidakstabilan politik. Hal ini terjadi karena rezim yang diktator, pelanggaran HAM, pengangguran, kemiskinan, nasib buruh, mahalnya kebutuhan pokok, dan korupsi dalam pemerintahan.

Bermula seorang tukang sayur bernama Muhammad Bouazizi, 26 tahun. Ia seorang sarjana yang melakukan self immolation (bakar diri) di kota Sidi Bouzid akibat tidak terima dagangannya disita polisi. Aksi ini menyulut rakyat Tunisia yang merasa senasib.

Terjadi demonstrasi besar-besaran, yang menyebabkan Zine El-Abidine Ben Ali mengundurkan diri sebagai presiden Tunisia.


Gambar 3: Tunisia beribukota di Tunis
(Sumber:
https://www.google.com/search?q
=Peta+tunisia).

d. Revolusi Melati di Mesir

 

Gambar 4: Revolusi Melati di Mesir yang menyebabkan Presiden Husni Mubarak mundur dari jabatannya
(Sumber:
https://www.google.com/search?q= Peta+Mesir).
 

Revolusi Melati di Tunisia memantik semangat bagi warga Mesir untuk menggulingkan pemerintahan Husni Mubarak yang berkuasa selama 30 tahun.

Revolusi terjadi pada 25 Januari 2011 rakyat Mesir menuntut Presiden Husni Mubarak mundur dari jabatannya. Melalui jejaring sosial, ribuan rakyat Mesir berkumpul di alun-alun Tahrir, Kairo. Pemerintah Mesir menutup semua akses komunikasi, tetapi hal ini justru semakin menguatkan semangat.

Akibat tekanan dari demonstran, pada tanggal 10 Pebruari 2011, Presiden Husni Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada Omar Sulaiman. Tetapi ditolak oleh rakyat, sehingga pemerintahan dipegang oleh Majelis Tertinggi Angkatan Bersenjata.

 

e. Revolusi Melati di Libya

Revolusi Melati di Libya terjadi 15 Pebruari 2011, ketika sekitar 200 penduduk melakukan demonstransi di depan markas polisi di kota Benghazi. Seorang aktivis bernama Fathil Terbil ditangkap, yang menyebabkan kemarahan dimana- mana.

Tindakan ini, dijawab oleh Presiden Muammar Kadafi dengan mengerahkan tentara.

Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi nomor 1970, tanggal 26 Pebruari 2011 yang meminta pemerintah Libya menghentikan tindakan represif terhadap penduduk sipil.

Karena tidak mendapat respon dari pemerintah Libya, DK PBB kembali mengeluarkan Resolusi nomor 1973. Berdasarkan resolusi itu, maka di Libya dibentuk koalisi negara AS, Inggris, dan Jerman. Pada tanggal 20 Agustus 2011 diberitakan bahwa pemerintahan koalisi berhasil menguasai sumber minyak di Brega. Dua hari berikutnya, rakyat Libya melakukan perayaan kebebasan bersamaan dengan jatuhnya kota Tripoli. Keberadaan Muammar Kadafi tidak diketahui hingga saat ini. 

2.        Konflik di Asia Tenggara

             a.    Konflik Pulau Sipadan dan Ligitan


Gambar 5: Konflik Indonesia dan Malaysia berkaitan dengan sengketa pulau Sipadan dan Ligitan                                                                                                                                                        (Sumber:https://www.google.com/search?q=Letak+pulau+sipadan+dan+ligitan).

Merupakan sengketa antara Indonesia dan Malaysia atas kepemilikan dua pulau di Selat Makassar, yaitu pulau Sipadan (luas 50.000 m2) dan pulau Ligitan (luas

18.000 m2).

Berawal pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan hukum laut antara kedua negara, yang secara bersamaan mengklaim Sipadan dan Ligitan ke dalam wilayahnya. Pada pertemuan tanggal 22 September 1969, kedua negara menyetujui Memorandum of Understanding (MoU) yang menetapkan Sipadan dan Ligitan dalam status quo, yang berarti kedua pulau tidak boleh ditempati maupun dimanfaatkan oleh Indonesia dan Malaysia. Tetapi, Malaysia menggunakan kesempatan ini untuk membangun fasilitas pariwisata, perlindungan terhadap satwa penyu, dan pembangunan mercusuar.

Sengketa ini diselesaikan melalui ICJ (International Court of Justice) yang dalam sidangnya tahun 2002, bukti-bukti yang diajukan oleh Malaysia lebih memperkuat kedudukannya.

 

              b.    Konflik Laut Cina Selatan dan Kepulauan Spratly

        Gambar 6: Sengketa atas  Kepulauan  Spratly         
    (Sumber: https://www.google.com/search?q= Kepulauan+Spratly).

Kepulauan Spratly dikelilingi oleh negara Indonesia, Malaysia, Vietnam, Brunai Darussalam, Cina, Taiwan, dan Philipina. Pada awalnya kepulauan ini tidak layak huni, karena berupa gugusan karang laut. Namun, klaim terhadap wilayah ini muncul setelah ditemukan potensi sumber daya alam, berupa minyak bumi, gas, dan letaknya yang strategis di lintas perdagangan antarnegara.

Konflik mulai memanas pada tahun 1947. Proses damai di Laut Cina Selatan yang diprakarsai ASEAN belum dapat membuahkan hasil hingga saat ini. 

               c.     Konflik Thailand dan Kamboja

Konflik antara kedua negara terjadi akibat sengketa kepemilikan Kuil Preah Vihear. Kuil ini terletak di antara distrik Choam Khsant (Kamboja) dan distrik Kantharalak (Thailand).

Pada tahun 2008, kuil peninggalan abad XI ini dimasukkan ke dalam daftar budaya dunia oleh UNESCO. Hal ini disambut gembira oleh rakyat Kamboja, tetapi justru memicu masalah bagi Thailand. Akibatnya, terjadi kontak senjata antara tentara Kamboja dan Thailand di dekat Kuil Preah Vihear pada tanggal 15 Oktober 2008.

Thailand kemudian meminta DK PBB untuk mengerahkan pasukan pemelihara perdamaian. Tetapi, oleh PBB diambil jalur diplomasi antara keduanya dan ketua ASEAN (Marty Natalegawa). Hasilnya, antara Thailand (diwakili oleh Menlu Kasit Piromya) dan Kamboja (diwakili oleh Hun Sen) akan menyelesaikan konflik dengan cara damai.

3.        Konflik Asia Selatan

a.    Konflik Kashmir antara India dan Pakistan

Faktor yang menjadi pemicu adalah masalah agama, yaitu penduduk yang beragama Islam di Pakistan dan pemeluk Hindu di India, di samping masalah pembagian wilayah, terorisme, dan nuklir. Konflik semakin kuat dengan munculnya kelompok militan Kashmir yang menentang segala keputusan pemerintah Hindu India dan menuntut kemerdekaan Kashmir dari India atau bergabung dengan Pakistan. 

Pada tanggal 5 Januari 2004 dimulai usaha perdamaian antara Perdana Menteri India, Vajpayee dan Presiden Pakistan, Pervez Musharraf. Kedua pemimpin menyepakati untuk memulai dialog menyeluruh. Hingga sekarang ketegangan antara kedua negara belum didapati titik temu.


Gambar 7: Konflik India dan Pakistan masalah perbatasan
(Sumber: https:// www. google.com/search?q=peta+perbatasan+India+Pakistan).

b.    Perang Saudara di Sri Lanka

Merupakan bekas jajahan Inggris, mayoritas penduduknya beragama Hindu. Memperoleh kemerdekaan pada tahun 1948.

Konflik terjadi antara etnis Sinhala dan minoritas Tamil, bermula pasca kemerdekaan, etnis Tamil tergeser kedudukannya oleh etnis Sinhala.

Tahun 1970-an, muncul gerakan sparatis Tamil, yang terkenal dengan nama Gerakan Pejuang Pembebasan Macan Tamil atau Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) yang memiliki persenjataan kuat. Tujuannya untuk membentuk negara merdeka. Konflik ini telah menewaskan puluhan ribu penduduk sipil. Setengah juta penduduk mengungsi.

Konflik mereda ketika Presiden Rajapakse mengakhiri operasi militer terhadap LTTE. 

4.        Konflik di Asia Timur

a.    Konflik Korea Utara dan Korea Selatan

Konflik antara dua Korea terjadi pasca Perang Dunia II akibat persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Konflik terjadi ketika Korea Selatan bersikukuh melakukan latihan militer di pulau Yeonpyeong. Tindakan Korea Selatan ini dibalas oleh Korea Utara dengan meluncurkan roket ke arah Korea Selatan.

 

Sesungguhnya, Presiden Korea Selatan, Kim Dae Jung mengumumkan kebijakan Sunshine Policy yang bertujuan meningkatkan interaksi antara kedua negara. Akan tetapi, pada bulan Nopember 2010 Korea Utara melakukan ujicoba nuklir dan peluncuran artileri yang menyebabkan dua warga sipil dan dua anggota militer Korea Selatan tewas. Akibatnya, konflik hingga sekarang tetap berlanjut.


Gambar 8: Dua Korea yang semestinya bersatu, akhirnya terpecah akibat perbedaan ideologi

(Sumber: https://www.google.com/search?q=peta+ perbatasan+korea+ utara+ dan+korea+selatan). 

               b.    Konflik Tiongkok dan Jepang

Terjadi akibat sengketa Kepulauan Senkaku, yang pada awalnya kelima gugusan pulau itu tidak berpenghuni. Pada tahun 1885, pada jaman Restorasi Meiji, pemerintah Jepang melakukan survei yang hasilnya pulau-pulau tersebut dinyatakan tidak ada pemiliknya.

Pada tahun 1969, PBB mengumumkan bahwa Kepulauan Senkaku terdapat sumber alam mineral dalam jumlah banyak. Akibatnya, Cina menjadi tertarik. Pada sidang Dewan Keamanan PBB tanggal 20 Mei 1972, Amerika Serikat mengembalikan Okinawa dan Kepulauan Senkaku kepada Jepang. Sejak saat itulah, sering terjadi konflik kepentingan antara Cina dan Jepang. 

B.      Rangkuman

Konflik-konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia terjadi akibat persinggungan antara berbagai kepentingan. Masalah politik, ekonomi, dan agama sering kali dijadikan sebagai sumber terjadinya konflik. Di samping pihak penguasa yang ingin memaksakan kehendaknya untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya.

Sebagai akibatnya, penduduk sipil yang tidak memahami duduk permasalahannya menjadi korban keganasan perang. Bahaya kelaparan dan masa depan yang suram karena negara tidak mampu melindungi rakyatnya. Bahkan, di antara mereka yang harus mengungsi meninggalkan tanah kelahirannya tanpa tujuan yang pasti. Mereka hanya sekedar untuk bertahan hidup.

Konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia akan berakhir, jika pihak-pihak yang bersengketa mau meninggalkan egonya dan mencari solusi untuk dapat melindungi dan memikirkan kesejahteraan rakyatnya.




0 Comments:

Posting Komentar